Grief
(duka cita)
Apa itu grief?
Grief
adalah pengalamn emosi yang timbul sebagai reaksi atas hilangnya sesuatu yang
penting dalam hidup seseorang.
Setiap
pengalaman kehilangan dapat menimbulkan grief, entah kehilangan kekasih oleh
karena kematian atau perceraian,
kehilangan pekerjaan,kehilangan anggota tub hang di ambutasi, kehilangan anak
yang studi diluar kota, kehilangan sahabat-sahabat yang pindah keluar kota.
Grief
adalah pengalaman hidup yang universal, yang sedang akan dialami oleh setiap
orang pada saat-saat tertentu. Meskipun demikian banyak orang yang idak
mengenali dinamika pengalaman ini karena ‘de Fence mechanim’yang ada pada
setiap orang yang selalu menghindarkan dirinya dari persaan-perasaan negative.
Hamper setiap orang mengenal tanpa mengertibenar-benar apa itu grief oleh karena selalu cenderung untuk
melupakannya.
Apa yang Alkitab katakan
tentang grief?
Alkitab memberikan banyak kesaksian tentang grief. Allah
sebagai gembala yang baik menjanjikan pernyataan pada anak-anak-Nya yang
berjalan dalam lembah kekelaman dan dukacita (Maz 23:4).
Setiap tokoh Alkitab disaksikan pernah mengalami apa itu
grief, baik Abraham, Musa, Ayub,Yeremia, dan Daud. Bahkan Allah sendiri disebut
berdukacita (1 Sam 8:7; Yoh 11:33-35; Mat 26:38) dan Tuhan Yesus disebut ‘man
of sorrow’karena ia rela menanggung segala dukacita kita (Yes 53:3-4). Alkitab
juga dapa menyaksikan bahwa firman Allah dapat memberikan penghiburan kepada
ang berdukacita (Maz 119:28).
Alkitab tidak melarang
grief sebagai reaksi normal dari suatu kehilangan eskipun demikian itu tidak
berarti Alkitab mengijinkan segala macam grief dan penyelesaiannya scara
normal. Kenapa?
1.
Oleh karena duka cita dari orang percaya
merupakan reaksi normalyang sementara. Ada pengharapan bahkan atas kematian (1
Kor 15, 1 Tes 4:14) sehingga kita bisa saling menghibur dan menguatkan (1 Tes
4:18).
2.
Oleh karena grief bagi orang percaya
merupakan salah satu tanda dari keselamatan. Dalam khotbah dibukit Yesus
mengatakan ‘ berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan
dihiburkan’ (Mat 5:4).
Apa penyebaab dar
grief?
Penyebab dari grief
adalah hlangnya sesuatu atau seseorang yang dicintai yang menyebabkan orang
yang bersangkutan terhanyut dalam pengalaman dukacita dan terlibat dalam
pergumulan yang bias berkepanjangan
untuk menyesuaikan dan
menempatkan dirina lagi secara normal.
Meenurut Linderman, pengalaman orang yang berduka
melibatkan 3 hal sbb:
1.
Coba melepaskan ikatan dari orang yang
meninggalkan dirina.
2.
Coba menyesuaikan diri dengan keadaan
ang baru tanpa orang yyang dikasihinya itu.
3.
Coba membina hubungan-hubungan yang baru
dengan sesamanya.
Membedakan antara norma
grief dan pathological grief.
1.
Normal grief (dukacita yang normal)
Gejala-gejalanya
sama dengan grief pada umumnya (sorrow,
pain, loneliness, anger depression physical symptoms) tapi akan berakhir dengan waktu yang tidak terlalu lama
(paling lama 3 tahun). Ini tergantung dari beberapa factor:
Ø Latar
belakang keidupannya (apakah ia punya sahabta, hobi, pekerjaan yang sibuk).
Ø Kepercayaan
(apakah sudah diselamatkan atau belum)
Ø Hbungan
pribdi dengan orang yenga meninggalkan dia
Ø Warna
kebudayaannya (bagaimana dengan dukungan social dan lingkungannya).
Secara
fisiologis, prosees penyembuhan diri sendiri akan dialami oleh orang yang
bersangkutan. Terjadi oleh karena balance dalam produksi cairann-cairan
hormonal dari kelenjar-kelenjaradrenal yaitu non-epinephrine dan epinephrine.
Paul
D. Meier mengtakan bahwa pada waktu stress, kelenjar adrenal akan melepaskan
hormone yang berhubungan dengan kerja 2 sistem syaraf yaitu simpatis:
merangsang tubuh untuk melakukan kegiatan dan parasimpatis: sebaliknya ‘slowing
down bod function’.
2.
Pathological grief
k.
Peterson mengatakan bahwa pathlogical grief adalah yang menjert sehingga orang
tidak dapat melepaskan diriketerikatan emosinya dengan dia yang
meninggalkannya.
Apa
yang menjadi penyebab sehingga orang bsa mengalami normal grief dan yang lain
phatological??
1. Perbedaan dalam kehidupan imannya
2. Perbedaan
dlam personality latar belakang
3. Perbedan
dalam lingkungan sosialnya
4. Perbedaan
dalam sikap terhadap orang yang meninggalkan dirinya
Akibat dari grief?
C.M parkes menyebutkan
tentang 4 phase yang umumnya dialmi oleh setiap orang yang berdukacita:
1. phase numbness, phas
ini dimana ada pengalaman shock atau berita kematian itu, lalu diikuti dengan
keilangan iu belum dapat menyentuh dan mengerakkan emosi. Banyak orang pada
phase ini memaksa diri menngis tapi air mata susah keluar karena ratio dan
emosi belum bekerja secara hamonis.
2. phase yearning
(menginginkan), dimana orang yang bersangkutan coba mengatasi relita kehilangan
itu. Ini biasa diekspresikan dalam bentuk penyangkalan (denial), bargaing
(tawar menawar). Phase dalam kasus-kasus kemtian biasanya singkat dan berakhir
cepat.
3. phase
disorganization da n despair (tidak mampu mengatur diri oleh Karen rasa susah).
, realita yang tidak dapaat diubah itu mulai diterima tidak ada lagi tuntutan
untuk membatalkan realita itu. Dan orang yang bersangkutan mulai merasakan
kesdihannya secara suungguh-sungguh.
4. phase
reorganization, penyesuaian diri dengan kondisi yang baru.
Stges dan phase bias
mirip antara satu dengan yang lain dalam pengalaman grief dan itu biasanya
disertai:
1.
Akibat-akibat umum yaitu, menangis,
restlessness (gangguan dalam idur, gelsah), depression, physical symptoms
(sakit kepala, lemas). Tingkah laku abnormal sehingga gejala-gejala isteria
2.
Akibat-akibat khusus=phatologikal
Proses
ke reorganization tterhambat, sehingga terus terjerat dalam grief. V. D.
Volkman mengatakan bahwa ini terjadi dalam
kasus-kasus seperti:
1. Kematian
mendadak, tidak ada persiapan mental dan ada ketergantungan teradap orang yang
meninggal.
2. Hubngan
yang mendua hati
3. Ada
tugas-tugas dan kewajiban akan pesan orang yang sudah meninggal yang belum
diselesaikan.
4. Penyebab
bunuh diri dan kematian tragis.
Tanda-tanda
umum dari phatological grief dapat disebutkan
1. Keyakinan
yang beesar bahwa dirinya tidak lagi berharga.
2. Sikap
tetap menghidupkan si orang yang sudah meninggal.
3. Kecenderungan
untuk menyengsarakan diri sendiri
4. Sikap
anti-sosial
5. Sikap
bermuusuhan
6. Pemakaian
minuman keras dan obt-obatan terlarang.
7. Menolak
sama sekali kontak dengan orang lain.
Apa yang dilakukn uutuk
menolong orang-orang yang mengalami grief?
Pada
umumnya orang yang mengalami grief lebih membutuhkan orang lain yang
understanding listening, caring sebagai penghiburan yang menguatkan lebih daripada
nasehat-nasehat verbal.
Secara praktis konseling pada abnormal grief berbeda
dengan phatological grief.
a.
Normal grief, konseling pada mereka ini
biasanya merupakan preventif supaya
proses penyembuhan itu berjalan normal dan tidak jatuh pada akses-akses
negative.
Proses
penyembuhan akan nyata kalau:
1. Klien
dapat didorong dan di ajak untuk mengekspresikan perasaan perasaan
ataskekasihnya yang meninggal itu secara wajar.
2. Klien
dapat merasakan bahwa konselor menyertai dia dan siap ebntu.
3. Klien
dapaat merassakan bahwa konselor betul-betul mau menjadi teman bicaranya.
4. Klien
sudah berani mengambil langkah-langkah
dan keputusan-keputusan kongkrit.
5. Klien
dapat menyadari dentitasnya sebaga anggota ‘family of God’ yang tidak menangung
derita itu sendiri.
b.
Pathological grief, tujuan utama
konselor dalam kasus-kasus ini menolong, mengubah phatological grief menjadi
normal grif.
Untuk
tugas ini konselor dapat memperhatikan beberpa hal yang penting:
1. Mengenali
sampai sejauh mana hubungan antara konselo dengan orang yang sudah meninggal.
2. Tidak
mengulang nasihat yang kosong. Taapi lebih mendorong mengkspresikan pikiran
yang sehat dan memberikan antangan atas
cara berpikir dan tingkah laku konselo yang irrational.
3. Menolong
konselomengenali ‘grif process’ pada umumnya sehingga dapat mengenali
pengalamannya sendiri yang wajar.
4. Membimbing
konselo kembali ke phase-phase
sebelumnya untuk dapat mengerti titik
kelemahan dalam pribadinya. Misalkan bereaksi dalam kehilangan dan ketakutan.
c.
Pada anak-anak yang kehilangan orang tua
mereka
Banyak
orang yyang mencoba melindungi anak-anak supaya
jangan meliha dan mengalami dukacita. Padahal mereka punya kebutuhan
untuk grief dan boleh di beri kesempatan untuk understanding realita itu.
Mereka berhak ntuk mendengar, mempercayai bahwa dalam Tuhan ada pengharapan dan
bahkan kehidupan yang kekal.
Penting
sekali meyakinkan mereka bahwa mereka dikasihi, dan dilindungi mereka ttidak
sendiri. Oleeh sebab itu tidak benardisembunyikan kemtian dari mareka dan mereka boleh ikut dalam
upacara pemakaman.
Memang ada kasus-kasus kematian
orang tua yang menjadi trauma yang mempengaruhi kepribadian anak-anak. Tapi itu
umumnya terjadi jikalah huubungan hubungan anak dan orang tua demikian rupa
sehingga ada emotional attachment yang tidak sehat, kematian-kematian yang
mendadak, dan lingkungan yang tidak
caring dan supportive.
d.
Orang-orang tua yang kehilangan anak
mereka
Banyak
orang tua yang merasa guilty, dan mempersalahkn diri sendiri dan bahkn marh
pada Allah dan menunjukkan gejala-gejala abnormalsetelah kematian anak. Alkitab
menyaksikan betapa Tuan Yesus mengerti dalam beberpa kasus bahkan telah
menolong untuk menghidupkannya (Yairus, anak janda di Nain).
Paul
Meier mengingatkan akan 5 stages of grief exprienc atas kematian anak yang
dikasihi:
1. Denial,
I can believe it happened’
2. Anger,
toward others and toward God
3. Anger
turned into inward
4. Genuine
grief
5. Resolution.
Prinsip-prinsip
kebenaran iman Kristen sbb:
1. Anak
ilik Tuhan
2. Kehidupan
didunia sementra dan kebangkitan bagi orang percaya.
3. Kasih
selalu di tandai dengan pemberian yang terbaik.
4. Precious
death orang percaya Maz 116:15, ada tempat disediakan di surga Yoh 14:2-3.
5. Kematian
dan penderitaan ada oleh karena dosa Rm 6:23.
6. Tahu hal-hal apa yang membri damai (Luk 19:42;
Mat 11:28; Yoh 14:27).
Apa yang dilakukan
untuk mencegah kecenderungan kea rah pathological grief??
Grief itu sendiri tidak dapat dicegah dan bahkan normal
grief seharusnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan. Demikian kita sadar
bahwa setiap orang itu unik dalam bereaksi atas kehilangan dimana ada yang
menunjukkan gejala grief yang intensitasnya tinggi atas kehilangan yang kecil
dan ada sebaliknya tidak menunjukkan grief
atas kehilangan yang besar.
Pathological grief
sebenarnya dapat dicegah sedini mungkin, misalnya:
1. Sebelum
peristiwa kematian
a. Melalui
cara mengembangkan sikap yang sehat tentang kematian. Yaitu orang tua berani
terbuka dan jujur dalam membicarakan masalah kematian dengan anak-anaknya.
b. Melalui
cara memperbaiki hubungan antar pribadi dalam rumah tangga.
c. Melalui
membngun persahabatn dan persekutuan
d. Melalui
cara melibatkan setiap pribadi-pribadi dalam kegiatan meaningful (berfaedah)
e. Melalui
pendidikan.
2. Pada
saat terjadinya peristiwa kematian
a. Tugas
konselor dalam hal ini ialah , menyampaikn berita kematian secara tepat, tidak
berlebihan, tidak menimbulkan salah
pengertian.
b. Memberikan
support dan siap menolong
c. Membantu
Mengatur perencanaan pemakaman.
Kelebihan dan
kelemahan:
Kelebihan:
setelah
saya membaca dan meneliti isi buku ini sangat bagus untuk bahan konseling bagi
orang-orang yang sedang berdukacita dan untuk menambah wawasan bagi amba Tuhan
dan para konselor. Buku ini sangat berguna untuk manusia yang merasa
kehilangan, karena buku ini dapat memberikan solusi-solusi untuk memlihkan
kembali pikiran kita.
Kelemahan:
Buku ini saya kurang mengerti akan bahasa-bahasa asing
yang digunakan, sehingga membuat kita tiidak mngerti dan akirnya kita ribet untuk membuka kamus-kamus supaya kita
mengerti artinya.
Implikasinya dalam
pelayanan:
1.
Marilah kita sebagai Hamba Tuhan untuk
tetap menjadi konselor bagi pemuda-pemudi di tempat pelayanan. Karena mereka
adalah penerus kerajaan-kerajaan Allah yang harus tetap bersemangat untuk
melayani Tuhan.
2.
Hmpiri dan ajaklah mereka untuk bias
mengendalikan diri dan tetap mengandalkan Tuhan.
3.
Jangan biarkan mereka berkabung terlalu
lama.
4.
Dengarkn keluhan dan curhat mereka,
supaya mereka tidak merasa kesepian. Jangan tingalkan mereka. Karena mereka
sangat membutuhkn konselor seperti anda dalam menghadapi masalahhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar